Apakah Hukum Mencium Istri di Siang Hari pada Bulan Ramadhan membatalkan puasa?
Apakah Mencium Istri di Siang Hari pada Bulan Ramadhan membatalkan puasa?
mrfdn.com - Pertanyaan mengenai kebolehan mencium istri pada saat berpuasa terutama pada siang di bulang Ramadhan sangat sering muncul. Apakah mencium istri membatalkan puasa?
Pada dasarnya mencium istri dan bermeseraan dengan istri adalah suatu hal yang bernilai ibadah sedangkan menicum istri di bulan Ramadhan pada siang hari di bolehkan dan pernah diberikan contoh oleh Rasulullah SAW. Sebagaimana yang diceritakan pada hadits berikut
اِنْ كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيُقَبِّلُ بَعْضَ اَزْوَاجِهِ وَهُوَ صَائِمٌ ثُمَّ ضَحِكَتْ
“Kadang-kadang Rasulullah s.a.w, mencium sebagian istri-istrinya, padahal Beliau sedang berpuasa, kemudian Aisyah r.a, tertawa” (Hadits Shahih, HR Al-Bukhari: 1793 dan HR Muslim: 1851. Teks hadits riwayat al-Bukhari).
كَانَ النَّبِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُقَبِّلُ وَيُبَاشِرُ وَهُوَ صَائِمٌ وَكَانَ اَمْلَكَكُمْ لِاِرْبِهِ
“Rasulullah s.a.w. mencium dan mencumbu (dengan istrinya), padahal Beliau sedang berpuasa. Namun Beliau adalah orang yang paling kuat menahan syahwatnya di antara kamu sekalian”. (Hadits Shahih, riwayat al-Bukhari: 1792 dan Muslim: 1854, teks hadits riwayat al-Bukhari).
Dari hadits-hadits di atas memberikan penjelasan bahwasanya mencium istri pada saat puasa namun tidak menimbulkan Jima’ atau sampai terjerumus pada hubungan suami istri hukumnya boleh. Namun jika bermeseraan dengan istri meskipun bukan pada bagian kelamin dan menghasilkan jima’ maka hukumnya membatalkan puasa dan wajib membayar kafarat. (baca juga : Kafarat berhubungan badan dengan istri di siang hari pada bulan Ramadhan)
Beberapa mazhab membolehkan berciuman dengan istri namun ada juga yang memberikan petunjuk makruh atau sebaiknya ditinggalkan. Hal ini ditarik kesimpulan adanya penekanan Nabi Muhammad SAW adalah orang yang paling kuat menahan Syahwat.
Mazhab syafi’i memberikan penjelasan bahwa berciuman dengan istri baik di bibir ataupun di anggota kening yang lain pada saat sedang berpuasa hukumnya makruh dan sebaiknya di tinggalkan jika ada kehawatiran terjadi jima’ namun jika tidak merasa khawatir dan merasa mampu menahan Syahwat maka hukumnya boleh. Hal ini juga mempertimbangkan sunnah untuk meninggalkan hal-hal yang dapat menimbulkan syahwat pada saat berpausa.