Pengalaman Mengambil Job Web Development Sebagai Solo Developer

Job web development memang menyenangkan, membuat website sesuai keinginan klien itu rasanya beda dengan membuat web untuk diri sendiri.

mrfdn.com - Kali ini saya hanya ingin membagikan pengalaman saya yang pernah mengerjakan projekan web development secara solo dev.

Ya, projekan web yang dikerjakan sendiri.

Awalnya saya mengira ini mudah, dan akan cepat kelar, karena saya cukup memahami apa yang ingin dibuat.

Tetapi tidak.

Cukup banyak hal detail yang mesti diperhatikan yang harus dipikirkan dan dikerjakan.

Semua elemen/komponen web harus dirancang sebaik mungkin, supaya aplikasi/web yang akan diserahkan kepada klien bisa berjalan dengan solid dan tanpa kendala.

Mulai dari penentuan pemilihan pakai vps atau tidak, mau mengerjakan dengan framework atau native, mau pakai wordpress atau yang lain, pemilihan layout, dan lain sebagainya.

Itu semua harus dicatat sedetail mungkin supaya kita punya alur pembuatan web yang jelas, tidak tahu arahnya mau kemana saat sudah mencapai suatu hal tertentu.

Ehm..

Fitur apa yang diinginkan?

Sebagai developer solo, saya menerima sebuah projekan pembuatan web kampus.

Sebelumnya saya tidak pernah membuat web kampus.

Tetapi hal pertama yang saya tanyakan kepada klien adalah fitur apa yang diinginkan ada pada web kampus tersebut?

Lalu saya pun mendapatkan list kira-kira seperti ini:

  • Input bahan mata kuliah untuk mahasiswa
  • Siswa boleh register dan login
  • Akun yang login harus approved dulu dari admin
  • Hanya siswa yang approved bisa membaca kontennya

Sekilas simple, tidak banyak neko-neko. Pikir pendek saya ini bisa selesai dengan wordpress.

mengerjakan web

Saat itu saya tidak tahu harus membuat web ini dalam bentuk apa, mau nulis kodingan apa, saya tidak mengetahui harus memulai dari mana.

Tanpa berlama-lama saya pun memulai projekan ini dengan wordpress yang disetup secara local.

Sebenarnya saya punya alternatif lain yang lebih minimalis mengenai pembuatan web ini, yaitu menggunakan Static Site Generator (SSG) dan Server Side Rendering (SSR).

Tetapi saya pikir itu cukup sulit untuk digunakan oleh klien/admin nantinya saat penyerahan web sementara dikerjakan ini, karena kita harus membuka termianl.

Akhirnya pun memilih Wordpress.

Ilmu wordpress saya juga masih sangat sedikit, saya tidak mengetahui cara menulis satu baris PHP pun.

Sempat dibikin pusing sama fitur yang diinginkan

Awalnya saya menggunakan Wordpress, lalu karena kurang tahu cara mendapatkan fitur yang diinginkan, saya pun mencoba Joomla dan Drupal.

Joomla ternyata terlalu kompleks, fitur yang saya inginkan ada tetapi fitur ini mungkin akan sulit digunakan oleh admin nanti karena ui Joomla terlalu kompleks.

Lalu saya coba lain pakai Drupal, di sini setiap komponen bisa dibuat sedetail mungkin hanya menggunakan bawaan drupal, tanpa plugin. Bagus sih, tetapi saya menemui beberapa kendala.

Selang seminggu bolak balik, akhirnya saya kembali pakai Wordpress.

Jalan ninja web developer

Lalu Chat GPT pun hadir menyelesaikan masalah.

Di ChatGPT saya mendapatkan generated code untuk dipasang sebagai plugin, juga mendapatkan alur pembuatan web yang jelas.

Chat gpt memberikan saya codingan php yang minimalis sehingga hanya fitur yang saya inginkan saja ada di theme.

Semua fitur yang saya inginkan ternyata bisa teratasi.

Kendala selanjutnya

Selama proses development, saya memilih menggunakan VPS.

Web sudah online, tetapi VPS menerima serangan brute force, yang mengakibatkan web kena hack lalu tampilannya berubah drastis dan berisi pesan dari hacker.

Tapi untung saja saya memiliki backup database dan file.

Saya build ulang VPS lalu upload backup, tetapi hacker masih bisa masuk.

Ternyata database sudah tersusupi.

Untuk mengatasi ini, saya melakukan:

  • Memilih table tertentu untuk direstore
  • Menggunakan password admin yang lebih ribet
  • Memasang Jetpack di wordpress

Huff.. saya tidak bisa melupakan masa-masa itu.

Semua kendala yang saya temui saya solve sendiri, sehingga menjadi pengalaman berharga bagi saya.

Penyerahan web development

presentase web development

Saat menyerahkan projekan ke klien, saya cukup PD karena saya pikir saya sudah melakukan best practice.

Web sudah dibuat secara minimalis dan semua fitur yang diinginkan ada.

Saya tinggal memberikan sedikit tutorial kepada klien tentang cara menggunakan web kampusnya.

Total waktu pengerjaan web saya lakukan kurang lebih selama 1 bulan.

Tips

Ada beberapa tips yang bisa dijadikan referensi ketika hendak mengerjakan website:

  • Tentukan biaya di awal sebelum pengerjaan
  • Hitung waktu kira-kira berapa lama web akan dikerjakan, kalau saya minimal 2 minggu sampai 1 bulan itu normal untuk pengerjaan web.
  • Lakukan backup selama pengerjaan, akan lebih baik jika menggunakan git.
  • Komunikasi dengan klien tentang update yang dilakukan supaya klien mengetahui bahwa anda mengerjakan webnya, tidak tinggal diam saja.

Demikian sharing pengalaman saya, semoga bermanfaat.

Jika anda ingin dibantu untuk mengerjakan web, silahkan kontek saya.

Pengalaman Menjadi Juri Lomba UI/UX Desain Website
Ditulis oleh Rafi pada Saturday, 13 January 2024
mrfdn author

Rafi

  • 15 year+ of Linux user.
  • 5 years+ blogger and web developer.

Jika artikel yang dibuatnya ternyata bermanfaat, support dengan cara

Baca juga

Migrasi Blog dari Blogger Ke Hugo

Migrasi Blog dari Blogger Ke Hugo

words min read
comments powered by Disqus